" Terima kasih Tuhan, akhirnya sekarang aku punya saudara untuk tempatku berbagi. Dan hidupku ngga akan pernah kesepian lagi!" Batinku, sambil ku kecup kening adik ku.
Bete banget hari ini bawaan dari tadi pagi. Kuputar putar pulpen lalu ku gigit gigit ujung tutupnya sampai penyok, dan ini pulpen ke sembilan yg aku gigitin hari ini.
Aku memang punya kebiasaan buruk sejak masih duduk di bangku SMA dulu. Klw lagi badmood pasti suka gigitin tutup pulpen. Bahkan tak jarang pulpen milik teman sebangku ku pun ikut jadi sasaran.
" Lah ko pena gw penyok tutupnya?" Gumam emil, ketika mengeluarkan pulpen dari dalam tas.
Waktu itu jam pelajaran kedua setelah istirahat. Bu siska, guru mata pelajaran sejarah menyuruh kami untuk membuat ringkasan materi.
Dia melirik kearahku, aku pun buru buru pasang muka polos dan tersenyum.
" Ini pasti kerjaan lo dian?" Katanya sambil menatap ku penuh selidik.
" Iyh." Jawabku sambil tersenyum.
" Kenapa pulpen gw yg kena sasaran?" Tanya nya heran.
" Gw kesel sama loe mil! Istirahat maen nylonyor pergi gitu aja ngga ngajak2 gw. Masih mending cuma pulpen loe yg gw gigitin, daripada..." Jawabku.
" Daripada apa??" Tanya dia.
" Daripada jari loe yg gw gigit!" Jawabku, langsung kuraih tangan nya, lalu ku gigit keras jari telunjuknya.
" Aaarrrrrhhhhmmmmm.." Teriak emil, langsung semua mata melihat kearah bangku kami berdua yg kebetulan berada di pojok paling belakang.
Emilya Andharesta Saputri, itu nama lengkapnya, aku biasa panggil dia emil. Satu satunya orang yg mau temenan sama aku semasa SMK dulu, karena jujur aku orang nya kaku dan ngga pandai bergaul. Jadi ngga punya teman. Dan Diandra Prameswari, itu namaku.
Hampir 15 tahunan kami ngga pernah ketemu lagi secara langsung selepas lulus dari SMKN 35 Jakarta, tahun 1999. Dia sekarang tinggal di pekanbaru ikut suaminya.
Terakhir kami kontak, dia jadi kepala sebuah yayasan di sana. Sementara aku masih tetap tinggal di cengkareng, meneruskan usaha properti milik almarhum suamiku.
Ku pandangi fotho Reza yg terbingkai rapi di sudut meja kerjaku.
" Aku kangen kamu mas, semoga Tuhan memperlakukanmu dengan baik disana. Seperti kamu memperlakukan aku!" Gumamku.
Jam dinding sudah menunjukan pukul empat sore, dan ku lihat dari layar monitor satu persatu pegawai ku sudah mulai meninggalkan tempatnya. Mengisi ulang daftar absensi lalu bergegas pulang.
Dengan malas aku pun beranjak dari meja kerjaku, kurapikan lagi semuanya seperti sedia kala. Seperti biasanya, pulang ngantor paling langsung pulang kerumah, nonton tv bentar lalu tidur. Udah gitu gitu aja terus, ngga ada yg spesial.
************
" Si bocah miskin belagu itu kira kira sekarang lagi ngapain yh?" Gumamku, sambil melihat ikan koi yg nampak asik berenang di kolam belakang rumah malam ini.
Ngga tau kenapa dari kemarin aku selalu kepikiran dia, gadis kecil yg selalu membuatku kesal. Dia berani membentak ku ketika pertama kali ketemu, dia berani menolak uang kembalian yg aku kasih.
Biarpun aku tau, klw semua itu berawal dari kesalahan ku sendiri. Tapi aku tetap ngga bisa terima!!
" Awas kamu Resti, ku jitakin nanti kamu." Bathinku.
Ku beranjak dari taman, kupakai switterku lalu ku keluarkan mobilku dari garasi. Entah kenapa malam ini aku ingin ke warung tenda nya lagi.
Kupacu laju mobilku menyusuri jalanan jakarta malam ni, udh aga sepi jalanan nya maklum udh jam sepuluh malam jadi bisa skalian drag. Lumayan bisa stag di 100km / jam, biarpun ngga lama turun lagi ke 60-70km :D
" Loh ko' sepi? Kemana dia?" Bathinku ketika masuk ke dalam warung.
" Permisi! Spada! Mba, lele goreng nya dong!" Ucapku setengah berteriak.
" Iyh, sebentar!" Sahut dari belakang warung.
" Loh, ko' suaranya bedha? Bukan suara si Resti?" Bathinku.
Memang benar y kluar bukan Resti, tapi wanita yg umurnya kira kira sebaya denganku.
" Mau pesan apa mba?" Tanya dia ramah sambil memasang senyum.
" Lele goreng satu, goreng setengah matang. Nasi uduk nya setengah aja, minum nya es jeruk." Kataku.
" Sebentar yh mba!" Jawab dia lalu bergegas menyiapkan pesananku.
Akhirnya pesananku pun datang, aku makan sambil ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon sama wanita itu. Dan aku banyak tau tentang Resti darinya, nama wanita itu klw ngga salah ingat Nurkhasanah.
Selesai makan, akupun langsung beranjak pulang. Malam itu aku ngga ketemu dia :( kata Nur dia lagi kurang enak badan, makanya ngga ikut ke warung.
************
" Hemmzz, ternyata Resti gadis stres yg minggat dari kampung karna ngga mau dinikahin muda. Tapi aku benar benar salut dengan kenekatan dan keberanian anak itu buat datang ke jakarta sendirian. Padahal dia sama sekali ngga punya sodara disini!" gumamku, sambil rebahan di ranjang menjelang tidur.
Malam itu Resti jadi primadona di pikiranku. Aku mulai simpati sama dia, jujur dia anak yg manis dan baik. Klw ngga baik, mana mungkin Nur mau menampung nya? Ku pikir, mungkin memang cara perkenalan kami aja yg salah. Makanya kami musuhan.
" Aku harus berbuat sesuatu untuk anak itu." Tekadku dalam hati.
***********
Hari ini ngga terlalu banyak kerjaan di kantor, yh seperti biasa datang duduk manis, tanda tangan ini itu, pelajari proposal kontrak, cek absensi karyawan. Lalu sorenya pulang.
Seperti malam kemarin, malam inipun aku datang ke warung tenda itu lagi. Ku lihat dari jauh warung nya sepi ngga ada pembeli.
Mungkin tanggal tua kali yh? Jadi orang lebih suka makan indomie rebus drpd makan pecel lele. Maklum, di daerah situ kan kebanyakan kayanya buruh pabrik yg tinggal.
Ku lihat Resti sedang duduk sendirian termenung di Halte yg ngga jauh dari warung nya. Kuputuskan untuk menghampirinya saja. Aku memutar jalan, hingga aku tepat berdiri di berada di belakangnya tanpa dia sadari.
Kulihat dia sedang termenung sambil memandangi sebuah buku raport, kayanya sich punya dia.
" Kapan yh aku bisa nglanjutin sekolah ku? Aku pengen banget jadi akuntan. Aku pengen banget bisa lunasin semua hutang bapak, aku kangen banget sama bapak sama ibu. Tapi aku juga ngga mungkin pulang :( Aku bersumpah, aku ngga akan pulang ke kampung sebelum aku bisa jadi orang sukses disini!" Gumamnya lirih, tapi masih bisa aku dengar.
Aku cuma bisa terdiam mendengarnya. Aku rasa nafasnya sesegukan, dia pasti sedang menangis. Aku putuskan untuk duduk disampingnya.
" Emang susah yh jadi orang miskin." Kata ku memulai percakapan.
" Iyh!" Jawabnya sambil menunduk tanpa menoleh kearahku.
Tapi setelah itu dia langsung reflek menoleh, karna menyadari ada orang yg duduk di sampingnya. Matanya langsung melotot, ketika tau bahwa orang yg duduk di sampingnya adalah aku. Dia buru buru mengalihkan wajah untuk menyeka airmatanya, mungkin malu kali.
" Kenapa diseka? Malu yh ketahuan nangis sama aku? Cuek aja kali, orang miskin emang ngga pernah jauh jauh dari nangis kan?" Sindirku.
" Aku lg males berantem bu, klw dateng cuma mau cari masalah mending buruan ibu pergi sebelum aku gampar!" Katanya lirih sambil menunduk.
Aku cuma tertawa mendengar kata katanya.
" Buset dah, anak kecil mau gampar gw? Ga gw jitakin jg udh sukur loe!" Bathinku.
" Rokok Res?" Kataku sambil menyodorkan rokok ke arahnya.
" Aku ngga ngroko!" Jawabnya ketus.
" Cobain ajh, lumayan bisa buat ngurangin beban pikiran. Gratis ini ngga suruh bayar!" Candaku.
Di raihnya bungkus rokok malborro putih dari tangan ku. Diambilnya satu batang, dan reflek ku sodorkan korek gas ke arahnya. Ya Tuhan dia batuk :D
" Blo'on! Ngisep gitu aja ngga bisa!" Kataku.
" Kan aku bilang, klw aku ngga pernah ngroko! Ibu aja yg barusan bilang katanya bisa buat ngurangin beban pikiran, makanya ku isep!" Bela dia.
Aku cuma tertawa mendengarnya, diapun ikutan tertawa. Heemmzz, manis jg dia klw tertawa. Akhirnya ku ajari dia bagaimana caranya menghisap roko yg baik dan benar. Dia sepertinya jg anak pintar, makanya cepet bisa.
*********
Hari ini hari minggu, biasanya aku selalu bangun siang soalnya memang ngga ada aktifitas jadi ngapain bangun pagi?
Tapi minggu ini beda, sejak jam enam pagi aku udh bangun dan mandi. Setelah selesai berhias, aku pun meluncur ke prumpung. Semalam aku udh janji mau ngajak Resti jalan jalan. Aku juga udh minta ijin sama Nur, dan dia ngijinin.
Ku parkirkan mobil di samping warung rokok di deket halte. Karna gang Swadaya tempat kontrakan Resti dan Nur jalan nya sempit, jadi ngga bisa masuk mobil.
Ku lihat Resti sudah siap di depan pintu kontrakan. Setelah berpamitan dengan Nur, kamipun bergegas pergi. Awalnya kami berdua cuma keliling keliling aja di monas, tapi bosen jg sich klw cuma liatin tugu doang mah. Akhirnya ku putuskan untuk banting stir ke arah ancol.
Ini jalan jalan pertama ku, setelah kepergian suamiku. Dua tahun setelah kepergian suamiku, aku cuma tau kantor dan rumah aja. Ngga pernah kemana mana. Males mau jalan jalan juga.
" Aaaarrrrrrrrrhhhhhmmmmmmmmm...." Teriak Resti sambil membentangkan kedua tangan nya lebar lebar ke arah laut senja itu.
Ketika kami berdua sedang berdiri di ujung dermaga, pantai marina ancol. Aku cuma tertawa melihat kelakuan nya, benar benar anak kecil.
" Kamu senang Rest?" Tanyaku.
" Seneng banget bu, baru kali ini Resti bisa jalan jalan sejak pertama kali datang ke jakarta." Jawabnya, sambil tetap memangdang laut.
" Panggil Kaka aja, ngga usah panggil ibu! Kesan nya tua amat aku?" Kataku ketus.
" Maksudnya?" Katanya sambil menoleh kearahku dengan tatapan heran.
" Iyh, panggil aku ka dian aja, jngn panggil ibu!" Jawabku.
" Maksud ibu, eehh kaka itu gimana? Aku masih blm paham?" Tanya nya.
" Kamu jadi adik ku yh Res? Mau kan?" Tanyaku balik.
Dia termenung, sepertinya dia masih bingung.
" Maksud kaka gimana?" Tanyanya.
" Sejak kepergian suamiku untuk selama lamanya aku sebatang kara Res, aku ngga punya siapa siapa lagi buat temen berbagi, kamu mau yh jadi adik ku? Aku janji bakal jagain dan ngrawat kamu seperti adik kandungku sendiri!" Kataku penuh harap.
" Iyh mau!" Kata dia sambil tersenyum.
Ku bentangkan lebar lebar tanganku ke arahnya. Dan diapun langsung memeluk ku dengan erat.
" Terima kasih Tuhan, akhirnya sekarang aku punya saudara untuk tempatku berbagi. Dan hidupku ngga akan pernah kesepian lagi!" Batinku, sambil ku kecup kening adik ku.
Tamat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan bawa2 link yg berbahaya, serem tau!!