Minggu, 19 Oktober 2014

Diary Utary : Aku Sayank Kamu ( Prahara 1 )

“ Cece, aku ga minta apa – apa, tapi biarkan aku sayang sama kamu dengan caraku sendiri. Please jangan larang aku buat sayang sama kamu Ce, jangan marah, jangan pernah benci aku. Buatku kamu tau itu udah cukup.”

Aku duduk dengan diiringi perasaan bingung, entah kenapa aku bisa terdampar di restoran Jepang seperti ini. Interiornya dipenuhi dengan nuansa jepang, macam – macam pernak pernik ala Jepang terdapat di berbagai penjuru restoran.

Indah memang, bukan hanya itu cantik juga. Tapi seberapa mempesonanya pemandangan disini tidak dapat menutupi rasa bingung yang sedang mengelilingiku.

Ya, ada seorang perempuan dihadapanku yang sedang membuatku bingung, Justine orangnya.

Sejak kejadian di mobil itu, entah dengan alasan apa Justine memilih cuti beberapa hari.

Dia hanya bilang ingin liburan, itupun tanpa memberitahuku. Dan tadi sore tiba – tiba pesan dari Justne menghampiriku saat aku mau beranjak pulang.

“ Cece, nanti jam 7 gue tunggu di restoran Jepang xxxxx.”

Mau tidak mau aku harus pergi kesana, Dia memang orang yang sulit di tebak.

Dia seakan punya dunianya sendiri, pemikiran sulit di mengerti. Dan beberapa hari ini dia sukses membuatku bingung.

“ Mau makan apa Ce?” dia yang tau aku tak berkonsentrasi dan hanya membolak balikkan buku menu makanan.

“ Apa aja deh Tine, bingung Cece.”

Kuliat Dia sedang sibuk memesan beberapa makanan kepada pelayan dan aku memilih menatap lilin kecil di hadapanku.

Lucu ya lilin itu dia bersedia menjadi penerang padahal itu akan membuat tubuhnya melebur. Padahal lilin kecil jelas kalah dengan terangnya lampu, tapi anehnya dia tetap bertahan dengan api kecilnya.

Ah apa yang sedang aku pikirkan sebenarnya, bisa – bisanya aku mengurusi lilin.

“ Ini buat kamu Ce. Oleh – oleh ” Justne menyodorkan bingkisan.

“ Oleh – oleh? Kamu dari mana?”

“ Kemaren aku maen ke Anyer, yah itung – itung rehat dari semua kepenatan.”

Aku memiringkan wajah, jelas wajahku menunjukan keheranan.

Sedari tadi sejujurnya aku merasa ada yang aneh tapi entah apa aku belum bisa menjelaskan.

“ Jadi dalam rangka ngasih oleh – oleh aja kamu ngundang gue makan disini? Bisa di toko kali Tine”

Tapi Justine memilih menanggapiku dengan berbeda, aku bisa merasakan tangannya yang dingin menyentuh tanganku.

Wajahnya tertunduk, tergambar jelas dia sedang berusaha terlihat tenang.

“ Tine?”

“ Ce, aku berharap aku bisa lebih lama nahan ini. Aku berharap dengan seiring berjalannya waktu aku bisa lepas dari ini. Tapi nyatanya emang ga bisa.”

“ Maksudnya?” sebenar nya apa yang Justine coba katakan dan sejak kapan dia menggunakan kata aku.

“ Aku serius tentang perasaanku ke kamu, Ce. Semakin nyoba buat nolak, semakin kuat juga. Sejujurnya aku menyesali kejadian waktu itu, aku merasa begitu ceroboh pagi itu.

Aku takut kamu berubah sikap. Tapi sekarang udah terlanjur, dan udah saatnya kamu tau.”

Aku masih tertegun, tak tau lagi harus menjawab apa. Mencoba memahami situasi yang sedang terjadi. Rasa kaget dan tak mengerti menyeruak.

“ Kamu ga perlu jawab apa – apa Ce, aku ga minta apapun dari pengakuanku ini.” Lanjutnya seakan bisa mebaca pikiranku.

“ Tine, aku….”

“ Mana mungkin aku bisa gantiin posisi Ka Fly.” Justine tertunduk, wajahnya terlihat lesu.

Hah sejak kapan dia tau soal aku dan Fly?

Tunggu? Apa karna aku terlalu sering membahas Fly saat bersama nya. Tapi bukannya bahasanku soal Fly masih dalam tahap wajar. Lagi – lagi aku sibuk dengan pikiranku sendiri.

“ Ce, aku ga minta apa – apa, tapi biarkan aku sayang sama kamu dengan caraku sendiri. Please jangan larang aku buat sayang sama kamu Ce, jangan marah, jangan pernah benci aku. Buatku kamu tau itu udah cukup.”

Rasanya aku ingin sekali menertawai dunia, menertawai hidupku yang sedang di permainkan. Hidupku memang sedang gila dan ironisnya kegilaan ini semakin menjadi.

Sekuat tenaga kukumpulkan pikiran. Aku coba memaknai arti cinta, dan orang – orang macam apa yang mendewakan cinta.

Apakah aku dan Justine termasuk orang – orang yang terjebak lingkaran cinta, cinta gila, cinta buta.

Aku masih tak mengerti. Atas dasar apa Dia tak menuntut apapun dariku.

Bah! Cinta macam apa ini!!

Pengakuan nya masih saja berputar– putar di otakku, dari perjalanan pulang hingga sampai mendekati rumah bayangan wajah nya masih terus terlintas.

Bukan, bukan karna aku merasakan hal yang sama tapi rasanya begitu jahat aku membiarkan perasaan nya.

Bukannya akan lebih baik jika kukatakan “ Tidak” paling tidak dia punya jalan untuk melupakanku.

Lalu kenapa lidahku bigitu kelu untuk berucap. Mulutku begitu sulit mengikuti perintahku. Semakin lama ku pikirkan semakin tak bisa aku pahami. Rasanya tubuhku begitu penat memikirkan ini semua.

“ Kamu dari mana?!” saat membuka pintu kamar ada suara lembut di balut amarah sukses mengagetkanku.

“ Fly, kamu disini” kulihat Fly sedang duduk disofa, menungguku.

“ Kamu disini? Hah? Kamu pikir ini jam berapa. Kamu dari mana? Kenapa telpon bbm line ku ga ada yang di jawab? Kamu dari mana hah?” aku tersentak ini pertama kalinya aku melihat nya begitu menakutkan.

Dia membombardirku dengan pertanyaan dan tak memberiku jeda untuk menjawab.

“ Biarkin aku duduk dulu Fly. Aku baru datang, nanti aku jelasin” aku berusaha selembut mungkin menghadapinya.

“ Ga perlu, aku butuh penjelasan sekarang” suaranya makin meninggi.

“ Ada apa Fly? Kenapa kamu?” aku masih tak mengerti, kudekatkan tubuhku kearahnya.

“ Ada apa? Kenapa?” nafasnya menderu, suara begitu jelas menggambarkan kemarahan.

“Kamu yang kenapa? Apa yang kamu lakukan beberapa hari ini? Kamu menghindariku, susah di hubungi. Sama sekali ga menemuiku” suaranya serak menahan tangis.

“ Fly, kamu salah paham. Aku Cuma ga mau mengganggumu, kita sama – sama sibuk. Dan ada beberapa hal yang aku bereskan jadi beberapa hari ini aku sibuk”

Memang sejak kejadian malam itu, saat aku memintanya menerima Erik entah kenapa keadaan seakan membuat pertemuan kami berkurang.

“ Omong kosong! Kamu sengajakan menghindariku. Pantas sikapmu begitu aneh, aku mulai ga ngerti Ryy. Apa salahku sama kamu”

“ Fly, aku bener – bener ga bermaksud buat menghindarimu” kubelai lembut kepalanya, berusaha menenangkannya.

“ Bohong! Apa yang salah Ryy. Kenapa kamu jahat, kenapa kamu bikin aku takut. Kenapa kamu jadi begini, aku salah apa sama kamu. Sejak malam itu aku bener – bener takut dan sekarang kamu bersikap seolah ga terjadi apa – apa.

Kenapa kamu mulai berubah, apa kamu udah ga sayang aku? Apa ada orang lain?

Dulu kamu yang janji Ryy, janji bakal terus jagain aku, janji ga akan meninggalkan aku”

Aku menggeleng. Kulihat dia menyembunyikan tangisnya di balik tubuhnya yang meringkuk di sofa.

Kudekatkan tubuhku ketubuhnya, kudekap tubuhnya yang meringkuk. Ruangan ini hanya terdengar isakan, isakan yang menyayat hatiku.

Hanya ada kamu Fly, hanya kamu.

“Aku disini Fly, aku disini. Semua baik – baik saja” bisikku pelan.

Apa yang di katakan nya tentang janjiku memutar kembali ingatanku 8 taun silam.

Saat itu aku sedang bergelut dengan tugas sekolah. Aku yang punya otak paspasan ini meminta bantuan Fly buat ngajarin aku agloritma dan matematika.

Banyak cerita yang membuat kami dekat, banyak hal yang membuat kami akrab.

Saat itu kami di taman, di balik pepohonan yang rindang kami duduk bergelut dengan lembar kertas latihan ulangan.

Sore itu semburat senja sedang sombong dengan keelokannya. Sore terindah dalam hidupku, sama indah dengan dirinya.

Entah sejak kapan rasa sayang sahabat itu berubah jadi cinta, aku tak mampu mengingat. Aku yang terbiasa melindunginya, terbiasa selalu ada untuknya layaknya seorang sahabat sudah cukup tapi sore itu aku berharap lebih.

Semburat senja yang melewati dedaunan jatuh tepat di wajahnya membuat indahnya semakin sempurna.

Membuat yang aku rasakan semakin tak bisa ku tahan, rasanya semua menjalar ke dalam aliran darahku.

Membuat seluruh saraf – saraf dalam tubuhku sulit kukendalikan.

Entah bagaimana semuanya di mulai, jariku seakan bergerak dengan sendirinya menyusuri rambutnya, hidung, pipi dan dagunya.

Seakan ada partikel di wajah kami yang saling tarik menarik untuk mendekat dan semakin mendekat, bibir kami saling menyentuh.

Perlahan dan sangat lembut. Waktu seakan terherti. Wajahnya menunjukan ketegangan.

Itu ciuman pertama dalam sejarah hidupku dan aku lakuin sama dia. Iyh, my first kiss just for Fly.

“Uta…ryy…ka..mu” ucapnya terbata.

Aku menunduk menyembunyikan malu, tatapannya membuatku merasa bersalah.

Aku tak mampu menatap matanya. Rasanya apa yang kulakukan sudah melebihi batas.

Orang macam aku sudah tak pantas di sebut sahabat. Sahabat tak punya keinginan untuk mencium bibir sahabatnya.

Tapi aku ingin dan sore ini aku melakukannya.. Dan iyah, aku benar - benar sukses mencium bibirnya.

“ Maaf, Fly” suaraku nyaris tak terdengar.

Dia melemparkan tubuhnya dalah pelukkanku lalu menangis sejadinya. Sejenak aku tak mengerti, sampai akhirnya aku mampu menyadarinya.

Dengan tangan gemetar kubelai wajahnya.

“ Jadi selama ini….?” dia hanya menggaguk. Lalu aku meraih tubuhnya dalam pelukanku begitu erat.

Sejak hari itu aku berjanji padanya.

“ Aku janji aku bakal selalu ada buatmu, ga akan pernah ninggalin kamu. Aku ada hanya untuk menjagamu. Aku sayang sama kamu Fly. Sungguh. Itu janjiku”

Tak ada jawaban, dia semakin mengetatkan pelukan dengan isakan yang membuat tubuh kami sama – sama terguncang.

Tapi keadaaan ini sudah cukup membuatku tau bahwa dia juga menginginkan hal yang sama.

Aku tak tau, cinta seperti apa yang akan kami jalani. Yang jelas cinta tulus tak perlu diberi nama.

Jika suatu saat nanti kita tak lagi bersama, sungguh kamu harus tau aku tak pernah mencoba untuk mengingkari janjiku.

Jika kita tak lagi bisa saling memiliki, kamu juga harus tau aku tak pernah menginginkan hal itu.

******

Hari ini hari minggu, Pukul 06.00 pagi sebelum fly terbagun aku sudah menyiapkan sarapan untuknya.

Di nampan yang aku yang aku pegang ada dua piring nasi goreng telor dan dua gelas susu cokelat yang hangat.

“ Hei selamat pagi” kusambut dia yang mulai membuka matanya.

Setelah argumentasi semalam rasanya kami sama – sama lelah lalu terlelap.

“ Ini aku udah siapin sarapan” kataku sembari meletakkan nampan dimeja sebelah tempat tidur.

“ Kamu mau makan dulu apa mandi?” dia hanya memandangiku yang daritadi banyak bicara.

“ Makan dulu aja ya? Nanti keburu dingin” aku elus kepalanya bersamaan dengan senyum di wajahku.

Dia meraih tanganku, pandanganya menggambarkan banyak hal.

“ Maaf, maaf yang semalem ya. Aku lepas kontrol” katanya terbata.

Aku tersenyum. “ Iya, aku juga minta maaf ya. Gih makan. Hari ini ke vihara kan? Aku anter”

“ Aku mau disini”

“ Harus ke vihara dong, kamu kan yang suka marah – marah kalo aku bangun telat buat subuhan. Ini malah kamu mau skip vihara.

Aku anter sayang. Aku tungguin juga sampai beres lagian aku pengen ketemu mama, kangen.” Kataku meyakinkannya lalu disambut anggukan olehnya.

.......

Aku menunggu Fly dan mamanya di parkiran sambil sesekali mendengarkan musik yang ada ponselku.

Sebenernya aku sering didera rasa bosan ketika harus menunggu seperti ini. Tapi aku yang sudah berjanji pada Fly tadi pagi.

Sekilas aku beberapa kali melihat orang lalu lalang dan pemandangan disekiling cukup menyejukkan mata.

Ada danau buatan kecil berada tepat didepan nya, rumput nan hijau terbentang di berbagai sudut membantu menyingkirkan rasa bosanku.

Benar ya kata orang, ketika kita berada di rumah Tuhan orang akan terlihat bahagia seperti halnya yang aku lihat dari orang – orang yag sedari tadi aku temui.

Mereka terlihat lepas, seolah – olah meninggalkan penat dan beban mereka sekalipun Cuma sesaat.

Setelah lama aku menunggu akhirnya orang – orang mulai berhamburan keluar. Tapi untuk beberapa lama aku masih belum menemukan dua sosok yang aku cari.

Akhirnya kuputuskan untuk keluar mobil dan mencari mereka. Baru beberapa langkah terpaksa kuhentikan langkahku.

Kenapa jadi tiga orang? Dua perempuan satu laki – laki.

“ Hai Ryy, kamu disini” coba tebak suara siapa, benar Erik.

Rasanya aku lagi berjodoh dengan orang ini, terlalu banyak kebetulan yang mempertemukan kami.

“ Iya, kamu?” tanyaku balik.

“ Kebetulan hari ini aku ke sini dan ga nyangka ketemu Fly dan mamanya” jawabnya bangga.

Lalu kuarahkan pandangan ke Fly dan mamanya yang disambut senyuman oleh mereka.

“ Erik mama ajak makan siang, biar bareng kita sekalian. Kan kalo rame tambah bagus” mendengar mama berbicara membuat hatiku perih.

Sekilas kulirik Fly dia sudah terlihat pasrah dan aku tak bisa apa – apa.

Akhirnya kami memutuskan makan siang di restoran China. Siang itu aku merasa menjadi manusia bodoh.

Mereka yang sibuk ngobrol ngalur ngidul memaksaku menjadi pendengar, aku memilih sibuk dengan pikiranku sendiri. Sebenarnya aku sudah menahan rasa yang berkecamuk dihatiku.

Menahan setiap nyeri yang menyerang dadaku. Runtutan kejadian ini sukses mengaduk – aduk emosiku, padahal masih hangat di otakku soal pengakuan Justine yang mengejutkan, kelabilan sikap Fly yang tiba – tiba marah – marah padaku layaknya tadi malam.

Dan rasanya semua ini belum mau berakhir.

“ Gimana Ryy? Fly sama Erik cocok kan? Mereka mungkin jadi pasangan yang sempurna. Ayo Fly kamu mikir apa lagi, Erik kan orangnya baik” suara lembut mama Fly.

Layaknya tangan yang mencekikku membuat oksigen di dalam tubuhku mendadak berhenti. Aku cemburu!!

Rasanya aku ingin teriak agar mamanya tau bahwa aku seribu kali lebih baik daripada laki – laki itu.

Aku hanya mengangguk dan kupaksakan senyuman menghiasi bibirku. Kulihat Fly membuang muka menunjukkan kekesalan dan Erik masih saja cengar – cengir sebagai tanda kemenangannya.

“ Ryy, bantu mama dong ngomong ke Fly. Liat tuh kalo mama yang ngomong Fly malah ngambek tuh. Mukanya di tekuk”

“ Apa sih mam” Fly bersuara.

“ Iya gitu Fly, kenapa di tunda – tunda sih. Kalo udah cocok tinggal resmiin aja” ucapku spontan tanpa pikir panjang.

Fly mendelik tak percaya, dia terlihat sangat marah dengan ucapanku barusan. Kali ini rasanya sudah tak ada maaf buat ku.

Aku menunduk demi mengghindari tatapan nya.

“ Udah beres kan makannya, aku mau pulang. Ohh iya Erik bisa pulang sendiri kan. Ayo Mam, Ryy” Fly beranjak dia benar – benar marah, lalu meninggalkanku dan mamanya dibelakang.

Kami berdua nampak kebingungan dengan sikap nya. Belum pernah aku melihat dia bersikap seperti itu.

Dalam perjalanan pulang pun sama, hanya mama Fly yang sesekali memecahkan keheningan.

Itupun hanya basa basi membahas tentang jalan atau keadaan sekitar yang kami lewati.

Rasanya mama nya sadar betul jika Fly sedang benar – benar marah, makanya beliau sama sekali tak menyelipkan nama Erik dalam obrolannya.

Bahkan yang tadinya begitu semangat menghendaki Fly dan Erik bersama, sekarang berubah bisu tentang hal itu.

“ Mam, mama masuk duluan aja. Aku sama Utary mau ketaman sebentar”

Seketika aku bingung tapi mau tak mau aku harus menurut.

“ Ya udah, mama masuk duluan. Jangan lama – lama mama dirumah sendirian” jawab mamanya sembari membuka pintu mobilku.

Sesaat setelah mama nya keluar mobil tanpa di minta kupacu mobilku kearah taman.

“ Kenapa Fly?” kepecah keheningan yang menyerang kami sejak tadi.

Kuarahkan pandanganku kebunga – bunga yang sedang menunjukkan kecantikannya. Kami duduk berdua di bangku taman.

“ Apa maksud kamu?” tanyanya dengan tatapan yang menusuk.

“ Bisa – bisanya kamu dengan gampang bilang ke aku suruh resmiin. Kamu pikir aku apa.

Kamu sedikitpun ga berniat mempertahankan hubungan kita. Kamu seolah – olah pasrah, ga peduli sekalipun aku harus dengan orang lain.

Mana Utary yang aku kenal dulu. Utary yang selalu berjuang sekuat tenaga mempertahankan apa yang dia miliki, yg selalu penuh semangat” aku hanya mengatupkan mulutku.

Dan dia masih saja membrondongkanku dengan kata – kata yang memojokkanku.

“ Ada apa dengan kamu beberapa hari ini. Kalo kamu sudah ga tahan sama hubungan ini, bilang sama aku. Jangan hanya diam dan terus besikap seperti ini. Kamu nyakitin aku” emosinya makin meledak.

Beberapakali Fly mengatur nafasnya yang tersengal.

“ Kamu minta aku gimana? Bilang Fly? Bilang? Apa aku harus marah besar dengan kemauan mamamu. Lalu bilang kalo putrinya milikku.

Lalu bilang ke semua orang kalo kita pacaran dan ga ada satupun orang yang bisa pisahin kita, Gitu?

Ini bukan permainan Fly, kita sedang dihadapkan dengan kenyataan sesungguhnya” aku menggeleng.

“ Ohh jadi kalo mama minta kamu buat bantu aku menikah, kamu bakal lakuin itu? Begitu?”

“ Iya” bahkan aku sudah di minta mamamu, hanya saja kamu tak tau.

Plakk! Aku rasakan tangan nya melayang dan jatuh tepat dipipiku. Pertama kali dalam hidup ku ada yg nampar aku, dan itu Fly.

Dia mematapku tajam seakan tak percaya lalu air matanya mulai tak terbendung. Aku menunduk, aku melihat dia mundur memulai langkahnya lalu berlari meningalkanku.

Aku ingin sekali mengejar tapi entah mengapa aku hanya berdiri dengan kaki ngilu, seakan tak mau mengikuti perintahku.

Mungkin memang sebaiknya seperti ini, yah ini lah yang terbaik.

Dan akhirnya kakiku melahkah meninggalkan taman……

Tuhan, mungkin kh ini semua rencana Mu?? Untuk menunjukan bahwa apa yg kami lakukan selama ini memang salah??

Namun jika ini semua hanya ujian Mu untuk mengetahui seberapa kuat rasa sayang kami, maka tolong beri petunjuk Mu..

Continue..

1 komentar:

Jangan bawa2 link yg berbahaya, serem tau!!