Kategori

Posting favorit

Rabu, 15 Oktober 2014

Aku Sayank Kamu Part 2

"Aku berusaha konsentrasi dan menyelesaikan semuanya saat ini juga. Tapi sekilas pikiranku kembali ke saat makan siang tadi. Tiba – tiba aku sadar bagaimana bisa aku meninggalkan Fly dengan Erik."

Lama aku berbicara dengan laut, Tak terasa sudah menjelang tengah malam, akhirnya kuputuskan kembali ke rumahku.

Aku menyusuri jalanan malam, entah kenapa sekarang aku mulai menyukai kesunyian.

Aku buka pintu kamarku, aku bisa melihat sosok tertidur di ranjang. Sekilas kulirik jam 01.00, aku raih ponselku disaku, ohh mati pantas tak ada suara sedari tadi.

Kupandangi wajahnya yang sedang terlelap tidur, tanpa sadar air mataku kembali menetes.

Kenapa keadaan begitu tidak adil Fly, apa salahku pada dunia, kenapa mereka harus tak menerima hubungan kita. Aku dekatkan bibirku ke telinganya.

“ I love you” bisikku yang ternyata membangunkannya.

“ Kamu kemana aja? Aku daritadi nungguin disini” tiba – tiba dia bangun dan berkata seperti itu dengan nada khawatir.

Aku tak mampu berkata apa – apa, ku tarik tubuhnya dalam pelukanku.

“ Ry, kamu kenapa? Aku khawatir. Dari tadi aku udah nyoba hubungin kamu tapi hp kamu ga aktif. Sekarang kamu malah kaya gini” tanyanya dalam pelukanku.

“ Ga papa, aku Cuma kangen aja” Sesaat kemudian aku melepaskan pelukanku, dia memandangku dengan tanda tanya. Tapi aku hanya tersenyum ke arahnya.

“ Kamu kok ada disini?”

“ Tadi pulang ngantor langsung kesini, aku bilang mama nginep disini. Kamu udah makan?”

“ Ini tengah malam Fly, kamu mau nyuruh aku makan. Ntar kalo aku tambah bulet gimana?!” candaku.

“ Biarin, mau bulet apa ngga emang ku pikirin. Kamu pasti belum makan kan?”

“ Makan kamu aja gimana?”

“ Ryyyyyyyyyyyyy”

“ Iya sayang, aku belum makan. Mau bikinin aku makanan?”

Dia menarik tanganku menuju dapur, otomatis tubuhku patuh segala perintahnya. Aku duduk manis memandang dia yang sedang sibuk di dapur.

Lagi lagi hatiku nyeri, Fly bagaimana bisa aku menjalani segala hal tanpamu. Aku butuh kamu Fly, jangan tinggalin aku. Tiba – tiba dia menoleh kearahku…

“ Udah?” tanyaku.

“ Siap” dia menyodorkan mie instan ke arahku.

“ Astaga Fly, kirain masak apa eh mie doang hahaha lama – lama ususku ikut kriting macem mie” aku suka menggodanya.

“ Makan aja ih, bawel. Lagian kapan sih kamu serius sama aku, becanda mulu” dia mulai ngambek, aku suka kalo dia sudah seperti itu.

“ Iya iya” aku menyuapkan satu persatu kemulutku, dia memandangku dengan senyum.

Setelah membereskan semuanya, kami melanjutkan romansa kami di kamar tidur. Aku baringkan tubuhku disebelahnya.

Aku pandangi wajahnya, kutelusuri setiap hal yang ada disana. Aku Cuma mau memastikan ada diriku disetiap inci wajahnya.

“ Kamu jangan macem – macem ya, ini udah tengah malem. Besok kerja” godanya.

“ Hei” protesku.

“ Apa? Cuma ciuman tengah malam, ga lebih” jawabnya seambil tersenyum.

Dia mendekatkan bibirnya ke arahku, membiarkan bibir kami saling menyentuh. Tanpa sadar air mataku lagi lagi menetes. Rasa asin dari air mataku membuatnya melepas ciuman kami.

“ Kamu kenapa? Kalo ada apa – apa cerita, jangan diem aja” tanyanya sambil meletakkan kedua tangannya di pipiku.

Air mataku semakin tak terbendung. Berkali – kali dia mengusap air mataku. Akhirnya kutarik tubuhnya dalam pelukanku.

“ Ry, kamu bikin aku takut”

“ Iya Fly, aku takut. Takut kita ga bisa terus kaya gini”

“ Ga akan Ry, aku ga akan mungkin ninggalin kamu. Udah ya, waktunya kita tidur” katanya berusaha menenangkanku.

Iya Fly, kamu mungkin ga akan ninggalin aku. Tapi apa semuanya bakal biarin kamu terus bareng aku.

Akhirnya malam membawa kami menikmati alam mimpi. Membawa tenggelam setiap ketakutan yang menyerangku.

…..

Aku terbangun dari tidur kulihat dia masih terlelap disebelahku, ke hela nafas panjang. Sekejap mungkin rasa takut itu hilang di bawa alam mimpi, tapi saat pagi datang seperti ini saat ini rasanya segala hal kembali terasa berat.

“ Kamu udah bangun? Tumben biasa juga aku yang bangunin. Kamu kan pemalas” aku sangat menyukai suara lembutnya itu.

Aku lemparkan senyum ke arahnya, belum sempat menjawab aku mendengar deringan ponsel miliknya. Aku melihat dia meraih ponselnya dan wajahnya terlihat aneh saat membaca pesan itu.

“ Siapa?” tanyaku ingin tau.

“ Erik” jawabnya singkat dengan muka bete.

“ Haha masih aja itu cowok nguber – nguber kamu, ga bosen apa. Udah setahun ga dianggep gitu. Kasian banget”

“ Ih kamu tu gimana, bukannya cemburu malah di kata – katain ga jelas”

“ Ya kamu kan ga suka sama dia Fly, ngapain aku repot – repot cemburu”

“ Nyebelin” jawabnya sambil meninggalkanku menuju kamar mandi.

Aku pandangi dirinya saat berjalan meninggalkanku, tak sadar senyum menghiasi bibirku.

Dia memang terlalu cantik, mana ada manusia yang mampu menolak pesonanya. Tentu saja laki – laki akan berlomba – lomba mendapatkannya.

Dan siapa yang menang? Tentu saja aku.

“ Mau sampe kapan di atas kasur? Dasar pemalas” suaranya membuyarkan lamunanku

“ Mandinya cepet bener”

“ Lama tau, sana ah mandi. Aku bikin sarapan”

“ Berasa punya istri ya” jawabku lalu meninggalkannya ke kamar mandi.

Sekilas kulihat wajahnya memerah, sangat lucu.

Jalanan memang selalu terasa membosankan, apalagi saat pagi seperti ini. Tapi mau tak mau harus dijalanin namanya juga rutinitas kan.

Pagi ini aku kembali mengantarkan dia ke kantor, selalu saja begitu, manja. Tapi aku suka.

“ Nanti siang makan bareng ya? Udah lama ga makan bareng” ajaknya disebelah kemudiku.

“ Iya, makanya jangan sibuk – sibuk banget”

“ Kamu jelek ih, sama pacar jahat banget. Di sayang – sayang kek”

“ Udah tiap hari di sayang masih kurang aja” godaanku masih berlanjut.

Kulirik sekilas ke arahnya, wajahnya cemberut. Aku makin suka menggodanya.

“ Apa” tanyanya ketus saat menyadari lirikanku.

“ Kok aku sayang kamu ya”

“ Aku ngga” balasnya.

“ Ohh ngga, Ya udah tar nyari yang mau di sayang aja”

“ Sana – sana nyari yang lain, mana ada yang mau sama kamu selain aku” jawabnya sambil membuka pintu.

Tak terasa obrolan kecil kami sudah membawa mobil kami berada tepat di depan kantornya. Ku lemparkan senyum ke arahnya, dia sok membuang muka.

Tawaku pecah dan akhirnya kembali ku bawa mobilku menuju yayasan.

........

Benar – benar sekarang pikiranku tak mau di ajak kerjasama, kerjaan banyak tapi sedikitpun belum ada yang tersentuh. Aku lebih suka duduk tenang, memutar – mutar pulpen yang sedari tadi ku pengang.

Sekilas aku lihat laptop, ada email-email yang merayuku untuk di jamah.

“ Heh DO numpuk nih Ce, nglamun aja” suara Justine merusak lamunanku.

“ Iya, bentar lagi cece beresin kerjaannya”

“ Lo kenapa Ce, dari tadi nglamun mulu. Ada masalah ya? Bagi – bagi dong”

“ Emang apaan di bagi – bagi. Cece susah konsen nih. Udah jam makan siang, keluar ajak yuk”

Bersamaan aku dan Justine melirik jam tangan masing – masing, sudah menunjukkan pukul 11.45. Kemudian kami saling pandang dan tiba – tiba tertawa bersama.

“ Ya udah yuk, gue juga udah empet sama suasana disini haha”

Tanpa sadar kami sudah sama – sama di dalam mobil. Menuluri jalanan untuk sekedar mengisi perut.

Tiba – tiba aku merasakan getaran di saku bajuku. Kuraih ponselku, aku melihat pesan dengan nama “ Fly” di layar ponselku.

“Jadi makan siang bareng kan” isi pesan itu.

“ Ah sial, aku lupa” gerutuku.

“ Kenapa Ce?” tanya Justine dengan wajah penasaran.

“ Ada janji makan siang bareng sama Kaka kamu, Cece lupa. Mana udah di jalan sama kamu gini. Makan bareng sama dia ya, ga papa kan Tine?”

“ Beres Ce. Lagian ga ada salahnya yg penting judulnya makan”

Kamu sih ga masalah Tine. Nah yang katanya bidadari itu nanti bagaimana, udah pasti dia siap menghempaskan aku dengan badainya.

Udah aku lupa kalo janji makan siang, dan sekarang aku datang dengan orang lain. Kupinggarkan mobilku sekedar untuk membalas pesannya.

“ Jadi Fly, tapi aku udah keburu keluar sama Justine. Ga papa ya?” dengan satu tanda klik aku kirim pesan itu.

“ HHHHMMMMMMM” Cuma itu balasnnya yang aku dapatkan. Seketika wajahku berubah. Ah sial, pasti sekarang dia marah besar.

“ Kenapa Ce?”

“ Ngga”

Ku pacu mobilku untuk menuju kantor Fly, rasanya makan siang kali ini akan menjadi bencana. Kenapa aku bisa lupa, dasar dudul.

Perlahan aku berhenti didepan kantor Fly, aku melihat langkah kaki menuju mobilku. Sekilas aku juga bisa melihat muka masamnya, kulirik Justine di sebelah kemudiku, Wajahnya terlihat semakin masam.

Akhirnya dia menghempaskan tubuhnya di jok belakang, berusaha bersikap biasa saja.

“ Gimana kerjaan hari ini ka?” Justine memulai.

“ Baik Tine, kamu sendiri?”

“ Sama, tine juga baik. Tine pindah kebelakang ya” tanpa persetujuan sapapun Justine memindahkan tubuhnya ke jok belakang mobilku.

“ Berasa jadi sopir” Aku menghela nafas panjang.

“ Udah jalan aja” tawa mereka berdua pecah bersamaan.

Akhirnya kami bertiga sampai di tempat makan, tadinya aku bersiap untuk duduk disebelahnya tapi Justine sudah keburu menarikku bersamanya.

Beberapa kali aku melihat ke arah Fly, mata jelas menunjukkan banyak hal.

Protes, marah, ngambek dan aku tak mampu berbuat apa – apa. Rasanya kali ini aku berubah menjadi manusia yang pendiam dan lebih memilih jadi pendengar setia.

Justine dan Fly memang kakak-adik jadi tidak heran kalo mereka dengan mudah ngobrol bersama.

“ Boleh gabung?” suara cowok itu sukses membuat kami bertiga terkejut.

Sekilas aku lirik suara itu, ohh si pemuja Fly ternyata “Erik”.

Aku alihkan lirikkanku ke arah Fly, kulihat mukanya makin masam.

“ Iya boleh” akhirnya mulutku bersuara mana mungkin kan aku menolak.

Erik mengambil duduk tepat disebelah Fly, keadaan semakin tak terkendali kenapa situasi semakin terasa rumit. Masalah satu belum kelar, harus ada masalah lain lagi.

Aku tak sanggup membayangkan perasaan Fly sekarang, pasti sang bidadari cantik itu sudah berubah menjadi sosok pencabut nyawa. Dan aku harus bersiap di hampiri malaikat maut itu.

Obrolan kami berempat di meja makan ini mungkin terasa nyaring dan menyenangkan. Justine juga dengan mudah berbaur dengan Erik.

Tapi sejujurnya aku dan Fly lah orang yang merasa keadaan ini sangat menyebalkan. Ya mungkin Fly tak membalas perasaan Erik, tapi sebagai pacar mana mungkin aku tak cemburu.

Dan Fly juga terlihat begitu tak nyaman dengan adanya Erik disini.

“ Mati” suara Justine sontak membuat kami bertiga terkejut. Justine terlihat fokus ke layar ponselnya.

“ Apaan?” tanyaku.

“ Ayo balik ke toko sekarang Ce, kalo lo masih mau duit. Ada customer marah – marah, katanya orderan nya blm di kirim juga sampai hari ini” suara Justine bercampur panik.

“ Sial” tiba – tiba aku berdiri dan menarik tangan Justine. Bodoh, aku melupakan Fly dan Erik. Saat itu juga langkahku langsung terhenti.

“ Fly, kamu balik ke kantor sama Erik ya. Maaf” aku bisa melihat wajah Fly yang siap menerkamku dengan kemarahan.

Tapi keadaan benar – benar sedang tak bersahabat dengan situasiku. Sekilas kulirik Erik ada rona bahagia di wajahnya.

“ Iya” jawab Fly singkat.

“ Titip Fly ya”

“ Tenang aja Ry” jawab Erik.

Sedetik kemudian aku dan Justine melajutkan langkahku, menuju tempat usahaku. Siap melanjutkan kerjaan yang sudah di depan mata dan yang siap menyita waktuku.

Di ruanganku aku bisa melihat tumpukan nota orderan yang sudah minta kukerjakan satu – satu.

Aku berusaha konsentrasi dan menyelesaikan semuanya saat ini juga. Tapi sekilas pikiranku kembali ke saat makan siang tadi. Tiba – tiba aku sadar bagaimana bisa aku meninggalkan Fly dengan Erik.

Tapi bukannya Erik orang yang bisa di percaya, dia juga tak pernah main – main soal perasaannya kepada Fly.

Mungkin Erik orang yang pantas mendampingi Fly. Dia baik, sopan dan tampangnya pun lumayan. Mama Fly pasti menyukai Erik.

Hai hai kenapa aku ini, apa aku sudah benar – benar putus asa soal hubungan kita?

Tolong bantu aku Fly. Tolong….

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan bawa2 link yg berbahaya, serem tau!!